Alfa Computer : Jl Raya Watudandang Prambon Nganjuk (1/3an SMPN 1 Prambon)

Sabtu, 20 Juni 2009

CANDI BOROBUDUR

CANDI BOROBUDUR

2.1 Letak Candi
Candi Borobudur didirikan di atas sebuah bukit pada ketinggian 265,40 m di atas permukaan laut atau berada ± 15 m di atas dataran di sekitarnya.
Candi Borobudur terletak di desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, ± 41 km dari Yogyakarta. ± 80 km dari kota Semarang ibu kota propinsi Jawa Tengah. Candi Borobudur juga dikelilingi oleh pegunungan Menoreh di sisi selatan, gunung Merapi (2411 m) dan gunung Merbabu (3142 m) di sisi Timur, serta gunung Sumbing (2271 m) dan gunung Sindoro (3135 m) di sisi Barat Laut. Disebelah timur Candi Borobudur juga terdapat Sungai Progo dan Sungai Elo.
Lokasi yang demikian mirip sekali dengan Pagoda Angkor di Kamboja, yang sama-sama merupakan tempat suci bagi umat Budha.

1.2 Arti Candi
Arti atau makna Candi Borobudur secara filosofis adalah merupakan lambing dari alam semesta atau dunia cosmos. Menurut ajaran Budha, alam semesta dibagi menjadi 3 unsur atau dhatu dalam bahasa Sansekerta :
Ketiga susunan itu meliputi :
Unsur nafsu, hasrat atau Kamadhatu.
Unsur wujud, rupa, bentuk atau Rupadhatu.
Unsur tak berwujud, tanpa rupa, tak berbentuk atau Arupadhatu.

1.3 Bentuk-bentuk & Bangunan
Kamadhatu
Sama dengan alam bawah atau dunia hasrat / nafsu. Dalam dunia ini manusia terikat pada hasrat/nafsu dan bahkan dikuasai oleh hasrat dan kemauan atau nafsu. Dalam dunia ini digambarkan pada relief yang terdapat di kaki candi asli dimana relief tersebut menggambarkan adegan dari kitab Karmawibangga

Rupadhatu
Sama dengan dunia antara atau dunia rupa, bentuk, wujud. Dalam dunia ini manusia telah meninggalkan segala hasrat, nafsu, tetapi masih terikat pada nama dan rupa, wujud, bentuk. Bagian ini terdapat pada tingkat 1 - 5 yang berbentuk bujur sangkar.
Arupadhatu
Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa, wujud dan bentuk. Pada tingkat ini manusia telah bebas sama sekali dan telah memutuskan untu selama-lamanya segala ikatan kepada dunia fana. Pada tingkat ini terdapat pada teras bundar I, II dan III beserta stupa induknya.
Uraian bangunan secara teknis dapatlah dirinci sebagai berikut :
lebar dasar candi borobudur : 123 m (lebbar = panjang
karena bujur sangkar)
tinggi Bangunan : 35,4 m setelah restorasi
: 42 m sebelum restorasi
Jumlah Batu (batu adhesit) : 55.000 m3 ( 2.000.000 juta
blok batu)
Jumlah stupa : 1 Stupa Induk
: 72 Stupa Terawang
Stupa induk bergaris tengah : 939 m
Tinggi Stupa induk sampai : 7 M
Bagian bawah
Jumlah Bidang Relief : 1.460 Bidang ( ± 2,5 - 3 Km)
Jumlah Patung Budha : 504 Buah
Tinggi Patung Budha : 1,5 m
Patung Budha
Candi Borobudur tidak hanya diperindah dengan relief cerita dan relief hias. Tetapi juga patung-patung yang sangat tinggi nilainya. Namun tidak semua patung dalam keadaan utuh, banyak yang tanpa kepala atau tangan (300 buah) dan 43 hilang. Hal ini disebabkan oleh bencana alam dan tangan jahil atau pencurian sebelum Candi Borobudur diadakan renovasi (sebelum tahun 1973).
Patung-patung tersebut menggambarkan Dhyani Budha yang terdapat pada bagian Rupahatu dan Arupadhatu. Patung Budha di Candi Borobudur berjumlah 504 buah yang ditempatkan di relung-relung yang tersusun berjajar pada sisi pagar langkan dan pada teras bundar (Arupadhatu).
Patung Budha ditingkat Rupadhatu titempatkan dalam relief yang tersusun berjajar pada sisi luar pagar langkan. Sedangkan patung-patung ditingkat Arupadhatu ditempatkan dalam stupa-stupa berlubang di 3 susunan lingkaran sepusat.
Susunan patung selengkapnya adalah :
- Langkah Pertama : 104 patung Budha
- Langkah Kedua : 10 patung Budha
- Langkah Ketiga : 88 patung Budha
- Langkah Keempat : 72 patung Budha
- Langkah Kelima : 64 patung Budha
Jumlah seluruhnya : 432 patung Budha

Tingkat Arupadhatu :
Teras bundar pertama : 32 patung Budha
Teras bundar Kedua : 24 patung Budha
Teras bundar ketiga : 16 patung Budha
Jumlah seluruhnya : 72 patung Budha

Apabila kita melihat sekilas patung Budha itu nampak serupa semuanya, tetapi sesungguhnya ada juga perbedaan-perbedannya. Perbedaan yang sangat jelas adalah sikap tangan atau disebut nudra yang merupakan khas untuk setiap patung.
Sikap kedua belah tangan Budha atau Mudra dalam bahasa Sansekerta, memiliki arti perlambang yang khas. Ada 6 jenis yang bermakna sedalam-dalamnya. Namun demikian karena macam Mudra yang dimiliki oleh patung-patung yang menghadap semua arah bagian Rupadhatu (lingkaran V) maupun bagian Arupadhatu pada umumnya menggambarkan maksud sama, maka jumlah mudra yang pokok ada 5 (Soekmono, 1981).


Patung Budha di Dinding
5 mudra itu adalah :
a. Bhumisparca - Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedang menyentuh tanah. Tangan kiri terbuka dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan menempel pada lutut kanan dengan jari-jarinya menunjuk kebawah.
Sikap tangan ini melambangkan saat sang Budha memanggil dewi Bumi sebagai saksi ketika ia menangkis serangan iblis mara. Mudra ini adalah khas bagi Dhyani Buddha Aksobhya yang bersemayam di timur.
Patung ini menghadap ke timur langkan I - IV Mudra ini tanda khusus bagi Dhyani Buddha Aksobhya sebagai penguasa Timur.

b. Abhaya Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedang menenangkan dan menyatakan “jangan khawatir”. Tangan kiri terbuka dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan diangkat sedikit diatas lutut dengan telapak menghadap ke muka.
Patung ini menghadap ke Utara langkan I - IV dan merupakan tanda khusus bagi dhyani Budha Ampgasidha yang berkuasa di utara.

c. Dhyani Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap samadi. Kedua tangan diletakkan di pangkuan, yang kanan diatas yang kiri dengan telapaknya menengadah dan kedua jempolnya saling bertemu. Patung ini menghadap barat di langkan I-IV dan merupakan tanda khusus bagi Dhyani Budha Amitabha yang menjadi penguaa daerah barat.

d. Wara Mudra
Mudra ini melambangkan pemberian amal. Sepintas sikap tangan ini nampak seruap dengan Bhumisparca - Mudra tetapi telapak tangan yang kanan menghadap ke atas sedangkan jari-jarinya terletak di lutut kanan
e. Dharmacakra Mudra
Mudra ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Kedua tangan diangkat sampai ke depan dada, yang kiri dibawah yang kanan. Tangan kiri itu menghadap ke atas, dengan jari manisnya. Sikap tangan demikian memang serupa benar dengan gerak memutar senuah roda.
Mudra ini menjadi cirri khas bagi dhyani budha wairocana yang daerah kekuasaannya terletak di pusat.
Khusus Candi Borobudur Wairocana Ini Juga digambarkan denngan sikap tangan sedang menguraikan sesuatu, tangan kiri terbuka diatas pangkuan, dan tangan kanan sedikit terangkat diatas lutut kanan dengan telapaknya menghadap ke muka dan jari telunjuknya menyentuh ibu jari. Patung ini terletak di relung langkap V dan di teras budha I, II, III.
Disamping patung budha, yang berjumlah 504 buah, masih ada satu patung budha yang menghebohkan. Konon menurut cerita, Hartman pada tahun 1842 berkunjung ke candi Borobudur dan menemukan sebuah patung di stupa induk. Cerita ini kemudian menyebar dari mulut ke mulut sampai akhirnya dimasukkan ke dalam sebuah laporan tertulis tahun 1953.
Namun Hartman sendiri tidak pernah menulis sesuatu laporan tentang kegiatannya di candi borobudur. Oleh Va erp patung itu sengaja tidak dikembalikan ke tempat ia menemukannya, oleh karena tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai tempat asal yang sebenarnya. Patung itu kemudian diletakkan di bawah pohon kenari disebelah barat laut candi. Patung tersebut ternyata banyak kekurangannya. Raut mukanya jelek sekali, lengan yang satu lebih pendek dari lengan yang lain. Jari tangannya tidak lengkap dan lipatan jubahnya tidak halus pahatannya. Patung itu rupanya belum selesai pembuatannya.
Kini patung tersebut disimpan di museum karmawibangga candi borobudur. Setelah pemugaran candi borobudur ke 2
Disamping patung budha, dari setiap pintu Candi Borobudur juga dijaga arca singa, secara keseluruhan arca singa ada 32 buah.


Kunto Bimo
Kunto bimo terletak pada tingkat arupadhatu lantai pertama sebelah kanan dari tangga pintu timur. Konon menurut cerita, dahulu ada seorang Raja yang ingin bertemu dengan seorang ksatria. Kemudian sang Raja menyentuh Kunto Bimo, selanjutnya raja tersebut dapat menemukan ksatria dimaksud beberapa waktu kemudian. Dari cerita tersebut kemudian sebagian masyarakat mempercayai patung tersebut (Kunto Bimo) bertuah, dapat mengabulkan keinginan setiap peziarah apabila dapat menyentuh Kunto Bimo. Namun semuanya dikembalikan kepada keyakinan kita.

Stupa Induk
Stupa induk berukuran lebih besar dari stupa-stupa yang lain dan terletak di puncak sebagai mahkota dari seluruh monument bangunan Candi Borobudur. Stupa induk ini mempunyai garis tengah 9,90 m dan tinggi stupa bagian bawah pinakel 7 meter.
Di atas puncak dahulunya diberi paying (chatra) bertingkat tiga (sekarang tidak terdapat lagi). Stupa induk ini tertutup rapat, sehingga orang tidak bias melihat bagian dalamnya. Didalamnya terdapat ruangan yang sekarang tidak berisi.

Relief
Candi Borobudur tidak saja menunjukkan kemegahan arsitekturnta tetapi juga mempunyai relief (pahatan atau ukiran) yang sangat menarik. Relief cerita yang dipahatkan pada candi itu sangat lengkap dan panjang yang tidak pernah ditemui ditempat lain di dunia bahkan India sekalipun.
Bidang relief seluruhnya ada 1460 panel yang jika diukur memanjang mencapai 2.500 meter. Sedangkan jenis reliefny ada 2 macam yaitu :
1. relief cerita yang menggambarkan cerita dari suatu teks dan naskah
2. relief hiasan yang hanya merupakan hiasan pengisi bidang.

Agar dapat menyimak ceritera dalam relief secara berurutan dianjurkan memasuki candi melalui pintu sebelah timur dan pada tiap tingkatan berputar kekiri dan meninggalkan candi disebelah kanan.
Relief cerita pada candi borobudur menggambarkan beberapa cerita yaitu :
a. karma wibangga terdiri dari 160 panel, dipahatkan pada kaki tertutup.
b. Lalita wistara terdiri dari 120 panel, dipahatkan pada dinding lorong I bagian atas
c. Jataka dan awadana, terdiri dari 720 panel, dipahatkan pada lorong I bagian bawah, balustrade lorong I atas dan bawah, dan balustrade II.
d. Gandawyuda, terdiri 460 panel, dipahatkan pada dinding lorong II dan III Balustrade III dan IV serta bhadraceri dinding lorong IV.

1.4 Arsitek
Candi Borobudur didirikan pada sebuah bukit seluas ± 7,8 Ha pada ketinggian 265,40 m diatas permukaan laut atau berada ± 15 m diatas bukit sekitarnya. Untuk menyesuaikan dengan profil candi yang akan dibangun, bukit diuruk dengan ketebalan berfariasi antara 0,5 m sampai 8,50 m. bentang (ukuran) candi yang diuruk dari dinding terluar adalah 121,70m X 121,40m dengan tinggi bangunan yang masih tersisa 35,40m dari tanah halaman.
Denah candi menyerupai bujur sangkar dengan 36 sudut pada dinding teras I, II, dan III tersusun dari batu adhesit dengan system dry masonry (tanpa perekat) diperkirankan mencapai 55.000 m3 atau 2.000.000 Blok batu. Untuk memperkuat konstruksi dipergunkan sambungan batu Type ekor burung kea rah horizontal, sedang untuk arah vertical dengan system getakan.
Pada masing-masing tinkat dan setiap penjuru mata angina terdapat pintu gerbang/tangga. Pintu utama ada disebelah timur. Bentuk arsitektur candi borobudur yang sekarang, diperkirakan mengalami perubahan konsep dasar. Tahapan yang diperkirakan dumarcay diakibatkan candi mengalami beberapa kali kelongsoran sehingga harus mengulang pekerjaan pembangunan.
Menurut HOENIG yang dikutip oleh Bernet Kempers, ranangan semula dari candi borobudur adalah candi yang mempunyai 4 pintu diatas suatu undag-undag 9 tingkat, bentuk ini banyak ditemui dikamboja.
Menurut H. PARMANTIER yang dikutip bernet kempers (1970 : 104) menyebutkan bahwa pada rencana semula candi borobudur akan mempunyai sebuah stupa yang sangat besar sekali, yang diletakkan pada bagian yang sekarang ditempati banyak stupa, perkiraan ini dapat dilihat dari sisa susunan batu pada tangga dinding teras ± sisi barat dan utara yang akan merupakan dasar dari sebuah stupa besar dengan diameter AE 51 m (dapat dibayangkan sebagai gambaran dasar stupa pusat yang sekarang ada adalah 16,15 m dan tingginya tersisa 12,78 m)
Sedangkan menurut Sutterheim dalam bukunya “TJANDI BOROBUDUR NAAM VORM EN BETEEKENS”, 1929 yang dikutip purnama atmadi menyebutkan hasil perubahannya, bentuknya sesuai keterangan dalam kitab jawa kuno “Sang Hyang Kamahayanikam” yang menguraikan filsafat agama budha, dikatakan bahwa bangunan candi borobudur adalah “Stupa Prasada” suatu bangunan gabungan dari stupa pada bagian atas dan piramda yang mempunyai undag-undag. Dikatakan pula bahwa stupa prasada dapat dibagi dalam 3 bagian dimana pembagian ini dapat pula menyatakan perbedaan dari :
Dunia nafsu, hasrat atau Kamadhatu.
2. Dunia bentuk, wujud, rupa, bentuk atau Rupadhatu.
3. Dunia tanpa bentuk, tanpa wujud, tanpa rupa, tak berbentuk atau
Arupadhatu.
Dengan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa menurut Shutterhiem bentuk semula yang dipuyai candi borobudur adalah sama dengan bentuk yang dipunyai sekarang.
Menurut W.O.J. Nieuwenkamp yang dikutip Ph. Soebroto beranggapan bahwa bentuk candi borobudur pada dasarnya merupakan bentuk bunga Padma (lotus). Maka apa yang tergambar pada tingkatan kamadhatu dan rupadhatu dapat disamakan dengan kelopak-kelopak daun bunganya, sedang tingkat arupadhatu tempat stupa itu berada dianggap sama dengan putik sarinya.
Lotus adalah tempat kelahiran budha, sehingga bentuk stupa dapat dimaknai, stupa bagian bawah tempat bersemayam Budha, sedangkan stupa bagian atas menggambarkan Budha itu sendiri. Dengan kata lain bentuk stupa secara utuh menggambarkan Budha yang duduk di atas kelopak-kelopak daun bunga lotus (W.O. Nieuwenkampt), 1931.
Dari uraian telaah di atas yang didasarkan pada tekhnik bangunan dan filosofis dapat disimpulkan bahwa pada awalnya bentuk candi Borobudur mendekati seperti yang diperkirakan oleh H. Parmantier, namun karena kesulitan tekhnik yang tidak dapat dihindari maka ada perubahan konsep. Demikian juga hipotesa penutupan relief Karmawibangga (dasar kaki candi) dengan konstruksi dinding undag danselasar sejumlah 12.750 m3 lebih didasarkan pada alas an tehnik, untuk memperkuat / menahan beban batu ditingkat atasnya.
Dari aspek seni bangunan ada 2 bentuk seni arsitektur yang dipadukan yaitu :
Hindu jawa Kuno
Yaitu adanya Punden berundak, relief maupun Budha yang sedang bermeditasi.
India
Yaitu adanya stupa, Budha dan lantai yang bundar.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bahwa Borobudur merupakan candi yang sangat bear, peninggalan nenek Moyang kita sendiri. Candi Borobudur menurut kesimpulan kami merupakan peninggalan raja-raja Syailendra yang menganut agama Budha.
Dan mungkin besar Candi Borobudur merupakan bangunan yang pendiriannya pada tahun yang kita lihat, sesudah sampai pada tekhnologi modern toh itu hanya merupakan bangunan yang berbentuk stupa.

3.2 Saran
Kepada semua saja yang mengunjungi candi Borobudur, khususnya dan umumnya kepada seluruh bangsa Indonesia, marilah kita jaga bangunan peninggalan nenek moyang kita yang tak ternilai harganya ini.
Karena dengan menjaga dan memelihara, kita berarti juga melestarikan untuk peninggalan adik-adik kita kelak.

DAFTAR PUSTAKA


Soekmono, DR
Riwayat usaha penyelamatan Tjandi Borobudur, Pelita Borobudur, Seri A No 1 1972
Candi Borobudur, Pustaka Jaya 1981
Soedirman, Drs
Borobudur salah satu keajaiban Dunia, Yogyakarta, 1980
Moertjipto & Bambang Prasetyo
Aglimpse Of Temples, Direktorate Genderal of tourism, Republick Of Indonesia
Yasir Marjuki & Toeti Heraty
Borobudur, Djambatan, 1989
Boediharjo
Pelestarian warisan budaya melalui pariwisata, suatu kasus studi pembangunan taman wisata candi borobudur dan Prambanan
N.N
Menyingkap tabir misteri Borobudur, PT Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan, Kedaulatan Rakyat tgl 12 Februari 1983. Merdeka, Tgl 29 Januari.
Sinar Harapan, Tanggal 17 dan 24 Pebruari 1983

0 komentar:

Silahkan Beri Komentar

Template by : kendhin x-template.blogspot.com