cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus adalah cagar alam di Kecamatan Bitung Utara, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Cagar alam
seluas sekitar 8.745 hektare ini[1]merupakan
tempat perlindungan monyet hitam sulawesi dan tarsius. Di dalam
kawasan ini terdapat Taman Wisata Batuputih dan Taman Wisata Alam Batuangus.
Secara geografis, cagar alam ini terletak di antara 125°3' -125°15' BT dan
1°30'-1°34' LU, dan
berbatasan langsung dengan Cagar Alam Gunung Duasudara. Kawasan cagar
alam ini dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi
Utara.
Sejarah
Pantai Batuputih
Kehidupan satwa liar di kawasan
Tangkoko sudah diketahui secara luas dan dikunjungi oleh Alfred Russel Wallace pada tahun 1861. Di Tangkoko, Wallace mengumpulkan spesimen babirusa dan maleo yang waktu itu sangat mudah dijumpai. Ketika itu, pasir
hitam di pantai Tangkoko merupakan tempat bersarang dan penetasan telur maleo.
Akibat eksploitasi oleh penduduk setempat, koloni maleo di pantai Tangkoko
tidak lagi ditemukan pada tahun 1915, dan hanya tersisa sejumlah kecil koloni
di pedalaman.[2]
Kawasan Tangkoko pertama kali
ditetapkan Pemerintah Hindia Belanda
sebagai hutan lindung pada tahun 1919 berdasarkan GB 21/2/1919 stbl. 90, dan diperluas pada tahun
1978 dengan
ditetapkannya Cagar
Alam Duasudara (4.299 hektare) berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 700/Kpts/Um/11/78.[1]
Pada 24 Desember
1981, Surat
Keputusan Menteri
Pertanian No. 1049/Kpts/Um/12/81 menetapkan
kawasan ini sebagai Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus.[3]
Surat keputusan yang sama menetapkan kawasan seluas 615 hektare di antara Cagar
Alam Tangkoko dan Kelurahan Batuputih[4]
sebagai Taman Wisata Batuputih,[5][4]
dan kawasan seluas 635 hektare di antara Cagar Alam Tangkoko dan Desa Pinangunian sebagai Taman Wisata Alam Batuangus.[4]
Kawasan ini memiliki topografi landai hingga berbukit yang terdiri dari hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan
pegunungan, dan hutan lumut. Di kawasan ini
terdapat dua puncak gunung: Gunung
Tangkoko (1.109 m) dan Gunung Dua Saudara
(1.109 m), serta Gunung Batuangus (450 m)
di bagian tenggara. Di sebelah timur laut terdapat Dataran Tinggi Pata.[1]Iklim
Kawasan ini termasuk zona iklim B, dengan curah hujan sebesar 2.500-3.000 mm per tahun, suhu rata-rata antara 20 °C dan 25 °C. Musim kemarau berlangsung dari April hingga November,[3] dan musim hujan dari November hingga April.Keanekaragaman hayati
Serak sulawesi (Tyto
rosenbergii) di Tangkoko
Flora
Di kawasan ini terdapat hutan hujan yang didominasi coro (Ficus septica Burm.f.), ares (Duabanga moluccana), gora hutan (Phaleria capitata Jack.), mangga hutan (Buchanania arborescens Bl.), lengki (Leea angulata Korth.), bintangar (Kleinchofia hospita L.), dan bombongan (Bignoniaceae), dan nantu (Palaquim obtusifolium).[3][6] Di hutan lumut bisa dijumpai edelweis (Anaphalis javanica) dan kantong semar (Nepenthes gymnamphora)[3]Di kawasan Taman Wisata Batu Putih terdapat tumbuhan pantai seperti ketapang, bitung, pandan, jati, dan mahang (Macaranga).[5]
Fauna :
1. Mamalia
Monyet hitam sulawesi (Macaca tongkeana), tarsius (Tarsius spectrum), kuskus (Ailurops ursinus), kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis), anoa, tupai (Tupaia sp), musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii).[1]
2. Burung
Pada tahun 1980 dicatat sejumlah 140 spesies burung, termasuk burung tahun (Rhythitceras cassidix) dan maleo (Macrocephalon maleo) yang endemik Sulawesi.[1] Spesies lain di antaranya pergam hijau (Ducula aenea), srigunting jambul-rambut (Dicrurus hottentottus), jalak tunggir-merah (Scissirostrum dubium), raja-udang pipi-ungu (Cittura cyanotis), udang merah sulawesi
3. Reptilia
jenis reptilia dan ular yang dijumpai adalah ular sanca kembang (Python reticulatus), kobra (Naja naja), ular anang (Ophiophagus hannah), Tropidolaemus wagleri, soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), biawak indicus (Varanus indicus), dan cicak terbang sayap merah (Draco sp.)[1] Satwa laut di antaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).[1]
0 komentar:
Posting Komentar